ilustrasi jual beli online |
Barang-barang yang di perjualbelikan di dalam sebuah bisnis online beraneka ragam, mulai dari barang primer, sekunder, maupun barang-barang souvenir. Harganya juga bermacam-macam, mulai dari barang dengan budget ribuan hingga jutaan. Untuk pakaian, mebel furniture, kendaraan dan penjualan gadget, saat ini menduduki peringkat teratas penjualan online. Sebenarnya bagaimana hukum jual beli via telepon, media elektronik atau internet? Berikut adalah sedikit informasi mengenai hukum jual beli via telepon, media elektronik, dan internet yang mungkin banyak ditanyakan para pembaca sekalian.
Sesungguhnya, awal dan inti dari jual beli secara online maupun offline adalah kata sepakat. Jika kata sepakat sudah disetujui oleh kedua belah pihak, maka hukum jual beli tersebut sudah sah. Adapun Pasal 1313 KUHP hukum perdata menyebutkan “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.” Jadi kesimpulannya, bila pembeli melakukan persetujuan atau kata sepakat dengan penjual maka terjadilah jual beli tersebut.
Sebenarnya persetujuan atau kata sepakat yang sah memerlukan 4 syarat (menurut Pasal 1320 KUHP hukum perdata), yaitu
1.) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2.) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.) Suatu pokok persoalan tertentu;
4.) Suatu sebab yang tidak dilarang.
Terjadinya persetujuan jual beli tersebut juga dinyatakan di dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi “jual beli dianggap telah terjadi segera setelah orang-orang itu telah mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.” Dalam hal ini apabila kita melakukan perjanjian jual beli melalui telepon/ media elektronik/ internet dengan memenuhi 4 syarat di atas dan sudah mencapai kesepakatan dengan penjual maka perjanjian tersebut dianggap sah.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hukum Jual Beli Online Dilihat Dari Segi Agama Islam
Jual-beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli, yang objeknya bukan manfaat, tetapi lebih kepada benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.
Rukun jual beli menurut jumhur ulama :
1. Asda penjual.
2. Ada pembeli.
3. Ijab Kabul.
4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309)
Syarat sah jual beli itu adalah :
1. Syarat-syarat pelaku akad : bagi pelaku akad disyaratkan, berakal dan memiliki kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil (yang belum bisa membedakan) tidak bisa dinyatakan sah.
2. Syarat-syarat barang yang diakadkan :
- Suci (halal dan baik)
- Bermafaat
- Milik orang yang melakukan akad
- Mampu diserahkan oleh pelaku akad
- Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
- Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad. (Fiqih Sunnah juz III hal 123)
Jual beli barang yang tidak ditempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jualbelinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah yang artinya: ”barang siapa membeli sesuatuyang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya”.
Jual beli hasil tanaman yang masih terpendam , seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Dan dalam objek ditransaksi yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya seperti menggunakan tempat mandi umum menurut tarif yang ditentukan, tanpa diketahui jumlah air yang terpakai atau waktu penggunaan tempat mandi. Jadi, di sini bukan persyaratan yang sangat menentukan, tetapi yang menentukan jika kedua belah pihak rela dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Demikian juga jual beli barang yang telah terbungkus/tertutup. Seperti makanan kaleng, LPG, dan sebagainya, asalkan diberi label yang menerangkan isinya. Pada transaksi jualbeli secara online, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan didunia nyata, dilakukanoleh para pihak terkait, walaupun dalam jualbeli secara elektronik tidak bertemu secara langsung satu sama lain,tetapi berhubungan melalui internet. Ijab qobul bisa dilakukan melalui via sms atau e-mail, dan mencapai kesepakatan antara penjual dan pembeli.berikut ini hal-hal yang terkait dengan jualbeli via internet:
a.) Penjual atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha
b.) Pembeli dan konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan keinginan untuk melakukan transaksi jual beliproduk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha.
c.) Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha, karena pada transaksi jualbeli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda.
d.) Pelaku usaha/ penjual sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Pelaksaan transaksi jual beli secara online ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
a.) Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada ineternet. Penjual atau pelaku usaha menediakan katalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang-barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli melalui di toko online ini adalah pembeli dapat berbelanja kapan saj dan dimana saja tanpa dibatasi ruaang dan waktu. Penawaran melaui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs penjaual ,oleh karena itu,apabila seorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak bisa dinamakan penawaran. Dengan demikan penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuak situs internet.
b.) Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail addrees, maka penerimaan dilakuakn melalui e-mail, karena penawaran hanya ditunjukkan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membukla website tersebut. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu itu dapat membuat kesepakatan deangan penjual. Apabila cocok maka langkah selanjutnay registrasi atau pembayaran.
c.) Pembayaran, dapat dilkuakan baik nsecara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpun pada sistem keuangan nasional, yang mengacu system local.
d.) Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang yang dimaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikrimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaiman telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Jual beli melalui online (internet) yang sebenarnya juga termasuk jual beli via telepon, sms dan alat telekomukikasi lainya, maka mareka yang terpenting adalah ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas oleh miliknya, sebagaimana hadis Nabi (yang maknanya): "tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR. at-Turmudziy dan Abu Dawud).
Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak, tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi (HR. al-Bukhariy dan Muslim). Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antar kedua belah pihak, sebagaimana makna firman Allah SWT: "...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara saling rela di antara kamu..." (an-Nisaa' ayat 29). Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyyah tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan sah. kecuali jika terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara hukumnya ditetapkan, yaitu haram. Oleh karena itu jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan karena adanya manipulasi atau penipuan.
Adapun keharaman jual beli via internet karena beberapa sebab :
1. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online/ internet).
2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.
3. Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
4. Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh mayoritas ulama karena adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak langsung terwujud. Hal ini tidaklah masalah asalkan ada qobul (penyataan menerima dari pihak kedua) pada saat surat sampai kepada pihak kedua. Inilah pendapat mayoritas ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafi’iyyah yang tidak membolehkannya.
Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur berturut-turut adalah kembali pada urf(kebiasaan masyarakat setempat). Menurut mayoritas ulama (selain Syafi’iyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya.
Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi.Menurut mayoritas ulama pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.
Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani’.
Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut:
1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama) adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak.
2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’ adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan adalah adanya dua orang yang melakukan transaksi jual beli dalam satu tempat dan waktu.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan transaksi. Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah. Untuk sahnya jual-beli ini dipersyaratkan harga barang yang diperjual-belikan sudah jelas walaupun dengan nilai yang lebih tinggi dari harga seandainya dibayar tunai dan waktu penyerahannya juga sudah ditentukan secara jelas.
Hiç yorum yok:
Yorum Gönder